Kita akui, iuran yang kita terima tidak cukup untuk membayar layanan kesehatan
Harga BBM turun direncanakan 1 April namun hal ini belum tentu berdampak pada penurunan tarif angkutan
Pemerintah kembali berencana menurunkan harga premium dan solar per 1 April mendatang. Penurunan diprediksi melebihi Rp200 per liter.
Ketua DPD Organda DIY Agus Andrianto mengungkapkan, untuk menurunkan harga angkutan dibutuhkan beberapa dasar pertimbangan.
Tidak hanya BBM, tetapi juga aspek lain seperti Upah Minimum Regional (UMR), nilai dolar, tarif listrik, iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), regulasi pemerintah yang mengharuskan pelaku usaha transportasi berbadan hukum, hingga tingkat keterisian armada.
Rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan juga menjadi pertimbangan karena ada perusahaan yang terdaftar sebagai keanggotaan BPJS. Jika BBM turun namun biaya operasional dan administrasi lainnya tetap tinggi, Organda belum berani menurunkan tarif angkutan.
Hal ini semakin diperkuat dengan okupansi atau tingkat keterisian angkutan. Agus menyebut, okupansi angkutan perkotaan terus mengalami penurunan. “Tingkat keterisian angkutan perkotaan hanya 15-20 persen. Katakanlah kalau kursi 30 hanya sepertiganya saja [yang terisi],” ucap dia.
Hal ini dipicu masyarakat yang semakin sedikit menggunakan angkutan umum dan lebih menggunakan kendaraan pribadi serta ojek berbasis aplikasi.
Wajib berbadan hukum juga secara langsung menyedot pengeluaran. Meski pemerintah mengklaim tidak melakukan pungutan biaya, namun Agus melihat pada realitanya pungutan masih terjadi untuk melancarkan proses pengurusan izin trayek dan izin usaha.
___dilansir dari Harian jogya
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan masih harus menanggung defisit pada tahun ini akibat adanya selisih antara dana yang dikumpulkan dari iuran dengan klaim yang diajukan oleh pesertanya. Bahkan BPJS Kesehatan diperkirakan akan mengalami defisit hampir Rp 6 triliun hingga akhir tahun.
Direktur Perencanaan dan Pengembangan BPJS Kesehatan Tono Rustiano mengatakan, defisit ini memang sulit dihindari karena beberapa hal, salah satunya kecilnya iuran yang dikenakan, terutama bagi peserta bantuan iuran (PBI).
"Kita akui, iuran yang kita terima tidak cukup untuk membayar layanan kesehatan. Kita lihat di 2015 iuran yang kita terima rata-rata hanya Rp 27 ribu dan pelayanan yang kita harus bayarkan adalah Rp 32 ribu, ada selisih di sini," ujarnya di Jakarta, Selasa (29/12/2015).
Baca Juga
Dia menjelaskan, sebenarnya pada tahun ini pemerintah memberikan bantuan dengan mengucurkan anggaran sebesar Rp 5 triliun dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBNP), namun dana tambahan tersebut rupanya masih belum cukup menutupi defisit.
"Pemerintah menetapkan dana tambahan, dana APBNP sebesar Rp5 triliun dan sudah cair. Itu untuk membantu, tetapi 2015-2016 kita juga iuran masih belum cukup untuk membayar pelayanan kesehatan. Ini karena kemampuan fiskal pemerintah hanya Rp 23 ribu," jelasnya.
Selain itu, defisit ini juga diperparah dengan kesulitan yang dihadapi BPJS saat melakukan penarikan iuran. Namun untuk mengantisipasi defisit yang lebih besar pada tahun depan, BPJS telah mengatur strategi penarikan iuran dengan menggandeng sejumlah sektor bisnis yang bisa dijadikan tempat bagi masyarakat untuk membayar iuran.
"Dan iuran yang kita dapat memang ada selisih di mana ada bagian-bagian yang memang cukup sulit untuk menariknya. Tapi sekarang kita melakukan beberapa upaya seperti dengan PT Pos, Alfamart, Indomaret sehingga pembayaran lebih cepat. Kita harapkan di 2016 bisa mencapai Rp 68 triliun," tandasnya.
0 komentar:
Posting Komentar